Senin, 17 November 2025

Sumbu

Akhir-akhir ini sesuatu yang dalam mengetuk pikiranku untuk bersuara walau hanya dengan tulisan. Tentang sesuatu yang terjalin dari pengalaman dari waktu ke waktu menekuni dunia yang penuh dewasa ini, dunia yang biasa disebut profesional, dunia yang perlahan membentuk cara pandangku terhadap diri dan bagaimana kehidupan banyak orang terus berjalan. Sebenarnya, ini bukan goresan dengan tokoh didalam kisahnya, ini lebih menceritakan setiap orang dalam perannya masing-masing dan sebuah batasan lahir diantaranya.

Selama ini, aku (dan mungkin bisa jadi siapa saja) hampir selalu berusaha memahami terlalu banyak hal sekaligus, melampaui batas yang seharusnya cukup. Ketika gagal, rasa bersalah datang seperti mimpi buruk yang menghantui, seolah belum menjadi seseorang yang “serba bisa” seperti yang diinginkan pada ruang ini. Namun seiring waktu, aku belajar memaafkan hal itu, dan aku belajar dari orang-orang yang sudah pernah memaafkan. Seharusnya memang tidak semua hal harus dikuasai. Bahwa menjadi cukup bukan berarti berhenti, melainkan mengenali apa yang memang menjadi titik keahlian kita, lalu tumbuh di dalamnya dengan kesadaran penuh. Bahkan dimanapun tempatnya.

Aku percaya setiap orang memiliki kehadirannya sendiri, ruang konsistensi dan pengetahuannya yang mampu menemukan makna. Tidak ada yang benar-benar ahli di segala hal, karena dunia ini terlalu luas untuk digenggam oleh satu tangan. Aku melihatnya sendiri.. Keahlian yang sungguh-sungguh tidak datang dari mencoba menjadi segalanya, melainkan dari ketekunan untuk menjadi seseorang pada sesuatu.

Di sisi lain pertanyaan selanjutnya mengambang, apakah itu berarti kita selalu bertahan di zona nyaman yang hampa ini? Ku rasa.. Tidak juga. Hidup tak pernah sungguh-sungguh nyaman. Kita selalu bergerak di antara tuntutan, harapan, dan ketidakpastian. Setiap orang membawa bebannya sendiri, menghadapi persoalan yang tak mungkin sama satu sama lain.

Dan tepat di sela hari ini, aku yang lelah dan bersandar mulai bisa melihat semua ini.. 

Manusia selalu mencari apa yang belum dimilikinya, bukan semata karena kelebihannya, melainkan karena kekurangannya yang terus menuntun untuk melengkapi diri. Di sanalah letak kejujuran paling sunyi dari setiap pencarian.. bahwa di balik upaya untuk menjadi cukup, selalu ada celah yang menggerakkan. Keinginan, ambisi, bahkan keegoisan, semuanya bagian dari upaya manusia membentuk dirinya, dan tanpa sadar, membentuk dunia kecil di sekitarnya.

Dari sudut pandang itu, aku melihat bahwa kehidupan tidak sesederhana roda yang berputar naik dan turun. Ia lebih menyerupai roda dengan celah dan lekuk yang saling menunggu untuk diisi. Dan di dalam putaran itu, manusia terus bergerak, bukan karena ingin belajar, tetapi karena dorongan untuk menguasai bentuknya sendiri. Ia ingin pas pada ruangnya, ingin diakui keberadaannya, ingin menjadi pusat dari apa yang ia pahami sebagai keseimbangan.

Kadang, yang menggerakkan manusia bukan pencarian makna, tapi kebutuhan untuk memastikan bahwa dirinya tetap berarti di tengah keterbatasan ruang dan waktu. Keinginan, ambisi, bahkan keegoisan, bukan sekadar sisi gelap, melainkan cara manusia menandai keberadaannya di dunia yang terus bergerak tanpa ada ruang tunggu.

Begitulah.. Jika kita mau pergi ke sudut ruang dan sedikit memperhatikan.. Nyatanya titik temu pada setiap perputaran, seberapa pun cepat atau lambat, selalu membutuhkan sumbu. Sesuatu yang tidak tampak, namun terus bergerak dengan tenang di pusatnya, memperhatikan ritme, menyesuaikan arah, memastikan roda tetap berjalan sebagaimana mestinya. Ia tidak mencari sorot, tidak perlu menjadi pusat perhatian, tapi tanpanya, keseimbangan itu tidak pernah ada. Sumbu tidak membakar, meski di dalamnya selalu ada potensi untuk menyala. Ia hanya menjaga, dengan caranya sendiri, hadir, diam, tapi bekerja bersama waktu. Dan mungkin begitulah manusia, mungkin aku, mungkin orang-orang disekitarku, yang bertahan di dalam putaran dunia ini, di banyak ruang: tidak selalu tampak, tidak selalu terdengar, namun menjadi alasan mengapa segala sesuatu bisa terus bergerak tanpa kehilangan bentuknya. 



Rabu, 25 Juni 2025

Beristirahat

Ternyata, ruang tenang itu ada disini, lebih dekat dari bisikan diriku sendiri di dalam hati.

Riak tanda tanya yang menusukku dari berbagai arah membuatku melangkah pergi, jauh, jauh sekali.

Dan keheningan baru telah mengetuk kehidupan menyenangkan yang lama kutinggalkan.

Sepertinya aku menyukai diriku dalam mimpi melayang senyata ini.


Mungkin sedikit berbeda, tetapi kali ini menjadi tidak penting adalah kepentinganku.

Selayaknya aku selalu bisa menghilang tanpa perlu bersembunyi dari siapapun.

Senangnya dosaku hanya menjadi partikel-partikel kecil yang sesaat bisa tertiup angin begitu saja.

Dan yang terbaik, tidak ada cita-cita apapun yang diam-diam naik ke pundakku dan menunggangiku sesuka hati.


Ruang ini, menjadi ruang tempatku bersandar dari apa yang sudah ku lalui.

Melihat dan menyaksikan permainan lain di papan yang baru.

Benar-benar menjadi penikmat yang tersenyum ketika semua menyenangkan,

Dan sedikit tertawa ketika semua sedang kacau di depan mata.

Bukan karena menghakimi, Bukan juga karena tidak peduli,

tetapi inilah sudut pandang ternyamanku untuk menaruh rasa yang tidak perlu ada.


Dan aku sangat senang berada di tempat ini,

Meletakkan diriku dalam ruangku sendiri, sekali lagi. Di level ini.





Kamis, 10 Agustus 2023

Sejauh-jauhnya Tempat Terbaik

Suatu hari membalas pesan-pesanku akan terasa semakin mudah, 

Seperti sajak tua yang sakral untuk diungkapkan berulangkali,

Pun seperti kalimat hidup yang terus perlahan menempati satu jiwa menuju jiwa lainnya.


Aku memang diam dan menaruh bicaraku di tempat-tempat yang tersembunyi.

Sebagaimana aku mengenal kasih yang begitu sama dengan fasihku menandai benci.


Tak ada keseimbangan apapun yang kupertanyakan dengan kelalaian.

Aku pandai dalam mengenal berbagai hal yang bisa kulupakan kembali.


Kala waktunya...

Suaraku tak akan getar menggema heningnya setiap dinding yang terus membisu,

Memasuki aliran-aliran yang setiap orang tak bisa lagi mempertanyakan ini dan itu...





Pada secarik rasa di tempat ini,

Ku tuliskan pesan teruntuk masa dimana semua telah menetap didalamnya.


"Untukmu seseorang yang bisa memasuki ruang-ruang padaku.

Bersama engkau lah ku yakinkan langkah pertamaku menuju sejauh-jauhnya tempat terbaik.

Dan diantaranya...

Kepercayaan ini akan menjadi bagian yang menunjukkan arah mata angin paling damai di dalam kita...


Semoga saja..

Dirimu adalah orang yang bisa mengingatkanku kembali,

Pada sebuah bayang kosong dimana engkau memang masih tiada,

Atau pada waktu-waktu penuh tanya dimana engkau ingin menjawab segalanya..."


Jumat, 17 Juni 2022

Pintu

Dua jam dayaku menyorotkan cahaya ke pintu itu.

Sebab kegelapan sepertinya satu-satunya yang menemani diri.

Bukan hanya bising yang meniadakanku.

Gelap ini juga.


Pintu itu,

Entah harapan yang ku tunggu, atau ketakutanku pada apa yang ada dibaliknya.

...

Jumat, 18 Februari 2022

Jalan menuju Rumah

Kadang satu perjalanan panjang terasa singkat untukku.
Kadang juga perjalanan yang sebentar terasa sangat melelahkan.


Berputar-putar tanpa tau dimana harus berhenti.
Memandang jalur seperti menjadi yang paling sendiri.
Hanyut.
Sesekali satu tempat berisikan hujan badai,
sesekali tempat lainnya memberikan panas terik.

Kamu.
Rumah yang terus aku cari dimana letaknya.

Bukan salahmu.
Sungguh.
Aku yang menderita amnesia.
Kamu tidak tau kan?

Tapi kalau kamu tau, seharusnya kamu peduli.
Sebab sakit seperti ini bukanlah apa yang aku inginkan.
Diantara semua keadaanmu, ada keadaanku yang pernah hampir sekarat di perjalanan.

Sebab rumah megahku pernah hilang dan tidak kutemukan lagi sampai hari ini.
Aku hanya mampu mengingat rasa,
Setiap ruang itu selalu memberi teduh padaku dulu.
Rumah sejakku hadir, sebelum semua perjalanan panjang ini dimulai.

Kamu kini rumah pertamaku setelah segalanya.
Tapi aku selalu tersesat mencari.
Lagi dan lagi.
Meronta-ronta disetiap pintu yang aku kira.
kadang terbuka lebar, kadang menutup rapat.
Dan seringkali justru hilang seutuhnya.


Rumah, kenapa tidak kamu saja yang berjalan kepadaku.

Dibiarkannya aku kini tersesat lebih jauh. Lebih parah.
Di jalan yang entah seperti apa aku harus menyebutnya.