Bangun dan menghadapinya. Sudah cukup beberapa bulan aku memandangi keluar jendela ini. Memikirkan berapa langkah yang sudah aku tempuh hingga aku bisa disini. Memikirkan apa yang tidak pernah aku pikirkan. Sepertinya ada yang berbeda karena kini aku mulai tertekan, dan itu sangat tidak biasa. Aku sebelum ini bukan orang yang goyah hanya karena ada lautan api menghadang didepanku, asal aku tidak terkena panasnya, aku tidak akan peduli dengan itu.
. . . . .
"kapan aku bisa masuk ke dalam istana ini? aku suka sekali dengan teman-teman orangtuaku. dan banyak orang-orang yang sangat hebat disini."
Orangtuaku? iya, sejak aku kecil hanya ada pelajaran seputar etika menjadi perempuan, perilaku sopan santun dalam sosial, bagaimana membantu orang lain, seperti apa cara mengandalkan diri sendiri, tampilkan diri menjadi cukup berkelas, bergaul lah dengan orang dari setiap kalangan. Tidak perlu menjadi juara dalam pelajaran berhitung, cukup memiliki kepribadian yang baik sehingga kecantikan, kecerdasan, dan kebaikan akan hadir dalam diri seorang anak perempuan sepertiku, kata mereka. Dan aku mengamati bahwa, kedua orangtuaku adalah pemimpin, dan mungkin saja dua orang pemimpin akan melahirkan seorang pemimpin baru, atau justru... hanya seseorang yang akhirnya selalu butuh dipimpin karena terbiasa dengan kemudahan.
Hari itu adalah hari dimana ibuku mengatakan bahwa aku adalah salahsatu anak yang mempunyai hak spesial untuk hidup didalam istana itu, dan beberapa kali kunjunganku adalah sebuah adaptasi, karena memang saat aku masuk kedalam istana itu dengan usia yang pantas, akan banyak pandangan baru yang harus aku hadapi. Dan aku mulai masuk ke dalam tempat yang sangat aku kagumi itu.
Sebuah ruangan kecil dibagian yang sangat sederhana menjadi tempat tinggalku, dan aku bertemu banyak orang. beberapa hariku seperti neraka, karena aku tidak menemukan apa-apa, berulang kali memutari ruanganku, berulang kali mengelilingi istana ini, dan satu-satunya hal menarik yang aku dapati hanyalah seseorang yang meracik sebuah racun lalu mengantarkan racun itu dalam kemasan jus yang sangat menyegarkan kepada seseorang lainnya. Entah, siapa peduli... selama jus itu bukan untukku tidak ada masalah berarti bagiku.
Hari demi hari hingga beberapa tahun. Aku hampir terbiasa melakukan setiap pekerjaan didalam ruanganku dengan teman-teman yang ada, beberapa kali mendapat kunjungan atasan dan sebuah surat undangan agar aku pindah dan naik ke ruangan yang lebih tinggi. Tapi aku tidak bisa, ini bertentangan dengan apa yang selama ini aku pelajari, seketika istana ini sangat rendah ku pandangi. Aku memilih tetap diruangan ini karena kalau memang aku hanya menginginkan kekuasaan dan hidup lebih enak, aku sudah mendapatkannya dari orangtuaku, aku tidak membutuhkan itu. Tapi aku pun menempatkan kepantasanku, jika menurut atasan itu aku memang sudah pantas untuk menjadi lebih tinggi, maka aku ingin memilih tempatku didalam ruangan kecil ini.
Dan tentu. Tidak ku dapatkan.
Berfikir sampai tak kuasa lagi. Hingga pada suatu malam aku memimpikan tentang aku yang berada dalam sebuah pesta besar dimana banyak jus tersedia dalam botol-botol racun yang pernah kulihat, meskipun terbalik, tapi aku mengalami rasa takut itu, dan aku tidak mau tau lagi apa yang aku minum. Aku hanya kehilangan kemampuan untuk melihat kenyataannya. Aku berfikir bahwa dalam mimpi aku akan tetap hidup walaupun aku mati, tetapi dalam dunia yang sesungguhnya sekali aku mati, maka aku akan mati. Kecuali tangan malaikat bersambut dan kilauan putihnya mengenaiku. mungkin ada atau fana. Itulah pertanyaannya.
Aku mulai sadar bahwa semenjak aku pindah ke istana ini, aku mulai menggoyahkan setiap keinginanku. apa yang aku mau selalu harus selaras dengan apa yang semua orang pikirkan. Aku bekerja keras karena memang sebuah keharusan, bukan untuk piagam prestasi yang memang tidak ada di istana ini. Aku mulai putus asa, karena kalau memang aku suka memperjuangkan sesuatu, kenapa tidak berjuang untuk hal yang juga mau memperjuangkanku kembali atau sekedar mendengarkan kisah perjuangan itu sendiri. Bukankah aku cukup berharga? ataukah satu-satunya hak yang aku miliki didalam istana ini hanyalah hak menjadi salahsatu anak dari pembangun istana ini?
. . . . .
Bangun dan menghadapinya... Melalui jendela ini aku akan merekam bayangan diriku dari sisi dalam maupun luar istana ini. Jadi... sudah berapa langkah aku pergi? Semakin jauh semakin tidak ada artinya lagi, akan ku bangun rumahku sendiri, tidak perlu di istana, aku hanya butuh tempat yang baik untuk menjadi baik. Mungkin aku memang sesederhana ini. Dan kesenangan terakhirku adalah... Siapapun yang pernah ku temui, mereka sangat luar biasa, dan maaf jika sekali lagi aku katakan,
Aku memang sangat sederhana.
Aku memang sangat sederhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar