Rabu, 05 September 2018

Just Be Kind

Kita ini ahli menghina, karena sudah biasa memiliki segalanya. Hina sana, hina sini. Apalagi kalau hidup semaunya sendiri, aku begitu, kita begitu, mereka pun begitu. Hidup melangit, kita tau diatas langit masih ada langit lainnya, kita pun tau dibawah sana masih ada bumi dengan segala kedalamannya, tapi kita adalah bintang yang selalu bersenang-senang, tersorot, memiliki rasi, bersinar, dan berada dalam ruangnya sendiri.



Setiap warna adalah elemen perjuangan kita, tahu bagaimana melebur, tahu rasanya terpercik api dan hujan. Sudah kubilang, kita bisa menghina segalanya. Karena kita tidak asing mengalaminya.

-------

Disatu hari, aku ingin sekali menghina sesuatu. Kuanggap itulah hal yang paling pantas untuk ku hinakan, ingin kubawa sorotan itu ke sisi langit dan ku katakan "Si Hina ini adalah seorang Penghina!" sambil tertawa bersama bintang-bintang lainnya. Inilah hinaan paling membahagiakan dan paling benar untukku.

Kulihat orang-orang hebat itu dalam jarak jauh dan dekat ialah orang yang sangat sederhana. Teman-teman baikku adalah anak seorang hakim, pejabat negara, direktur bank nasional, seniman internasional. Tapi aku bersahabat dengan mereka tanpa kemudahan ataupun kesulitan seperti itu,  apapun yang kami bicarakan adalah tentang diri kita, seorang anak-anak yang mendapatkan uang jajan seperlunya, berfikir bagaimana caranya mendapatkan penghasilan lebih dari skillnya. Kita biasa bertukar kata "Bagaimana", ya, bagaimana caranya menjadi seimbang dipertengahan peran yang jauh berbeda, sungguh kita tetap merasa bukan siapa-siapa yang tidak memiliki apa-apa secara berlebihan. Kita biasa membagaimanakan sebuah kabar terselip tentang keadaan orangtua, kakak, dan adik dari masing-masing. Bukan karna kita mau menunjukkan garis besar nasib yang bernilai kehormatan diatasnya, tapi karna keluarga mereka adalah keluarga aku, dan keluargaku adalah keluarga mereka. Dan begitulah cara kita saling memelihara.

Cukup tau menjadi kata yang cukup. Cukup tau kekurangan, Cukup tau kelebihan. Dan sudah merasa cukup karena saling mengetahui. Tidak menyelami kegelapan diantaranya, tidak pula berlebihan dalam kelebihannya. Karena hakikat kita adalah keutuhan. Panas membakar lara, dingin membeku asa, sudahlah, kita paling hafal dengan perjalanan itu.

------

Lagi-lagi.
Kita ini bintang, aku ini bintang. Bintang hidup sesukanya, karena bintang memiliki dunianya. Bintang bisa menggenggam segalanya, tapi bintangku hanya ingin menggenggam satu, yaitu kebaikan yang sangat sederhana, tidak perlu terlihat, tapi harus mewarnai kelabu setiap orang.

Sesederhana yang seharusnya. Kita bisa menjadi setinggi-tingginya, dan kita harus. Aku pun harus begitu. Tapi kita semua harus hidup di kaki sendiri, terbang dengan sayap sendiri, dan memiliki hal-hal yang disukai sendiri. Kita punya selera yang tidak dibuat-buat. Bukan lagi waktunya mencari, karena kita sudah menemukan apapun.

Jadi, maaf untuk orang-orang yang tidak tahu diri, cobalah lebih rendah hati. Karena aku dan bintang-bintang lainnya sudah lama sekali "hidup" dan tau siapa penghina ulung yang menghina sekitarnya untuk dianggap menjadi yang paling unggul, ya, keunggulan untuk dunia imajinya. Kasihan. Sempit sekali kebahagiaan dipandangnya.

All I know, nilai seseorang terletak pada karakter jiwanya. Tinggi atau rendah tergantung dari sikap hatinya dan apa yang benar dia lakukan dari pancaran itu. Ada atau tidak ada yang melihat sekalipun,  tidak perlu gelisah untuk sesuatu yang diniatkan untuk kebaikan. Karena alam semesta pun akan bergerak mengantarkannya dengan penuh penghormatan. Kurang apa lagi?
 

1 komentar: