Selasa, 14 Juli 2020

Toko Buku dan Rumah Sakit

Suatu hari kala aku masih sekolah dulu, aku senang dan selalu berjalan di keramaian mall pada akhir minggu. Bahkan itu hanya untuk melihat keasyikan orang-orang didalamnya. Beruntungnya kali itu, aku melihat seorang bapak di toko buku, perawakannya seperti Papa, bahkan cara berdirinya. Perhatianku terus tersita.

Tidak lama, Beliau mulai berjalan menuju bagian buku-buku lain, seorang diri memakai tongkat. Entah perasaan ini seperti bangga melihat sosoknya sekaligus bertanya bersama siapa Beliau ke tempat ini. Kalaupun sendiri apakah Beliau diantar oleh supir pribadinya? Itulah yang terlintas olehku sebagai anak remaja.

Lambat laun pikiranku sendu. Seketika aku berjanji tanpa sebuah tuntutan apapun, suatu hari nanti Papa dan Mamaku pun akan menua seperti Bapak itu, mungkin salahsatu kemampuan pada tubuhnya akan menurun. Entah itu langkah atau penglihatan. Dan bila memang hari itu akan datang, tentu aku sangat bahagia untuk menjadi kaki dan mata baginya. Aku akan menjadi apapun yang mereka butuhkan. Seperti aku yang berjalan dari ketidakmampuan hingga menjadi mandiri seperti saat ini.



. . .


Hari demi hari hingga aku cepat menjadi dewasa. Sangat cepat sampai tiada satupun sempat aku renungkan.

Tuhanku... Papa pergi dengan sama cepatnya. Bahkan sebelum Tubuhnya berjalan bersama usia. Bahkan sebelum aku bisa menjadi kaki atau bahkan matanya... Papa sangat kuat sampai tidak pernah terlihat tidak mampu dalam hal apapun.

Hari ini aku berada di rumah sakit mengantar Mama yang terus bersedih selepas kepergian Papa. Entah kenapa hari itu seperti hari milik setiap orangtua atau mungkin memang rumah sakit selalu dipenuhi para orangtua. Rasanya aku ingin membelah diri, setidaknya disamping mereka seharusnya ada anak atau keluarganya yang menemani. Ini bukan karena rasa angkuh yang ingin membanggakan diri bahwa aku disana, tentu tidak, tapi aku hanya pilu karena mereka sangat kesulitan sembari berusaha sekuat tenaga. Ah mungkin keluarga mereka sedang sibuk. Tapi satu hal, merasa sakit dan berusaha mengobatinya pun itu sebuah kesibukan. Kesibukan yang menyepikan, apalagi kalau sendiri. Mungkin kesibukan memang sebuah pilihan.

Satu cerita khusus pada hari itu. Seorang bapak tua berjalan dengan sangat mencolok, mengintip satu persatu pintu. Aku dan Mamaku bingung, Bapak itu seharusnya duduk dan menunggu. Dokternya memang lama, tapi kita tahu persis kalau dokter mulai datang, Beliau akan berteriak dari kejauhan “I’m sorryyy, aduh pasiennya banyak banget ya maaf ya nunggu lama banget”

Tapi mungkin tidak begitu untuk sang Bapak. Bapak ini datang kepada perawat dan berteriak, “Dokternya belum datang ya? HAH? GIMANA?” Beliau terus mengulang dan perawat pun bersabar menjawab hal yang sama.

Iya, Beliau memiliki gangguan pendengaran.

Seluruh pasien tertawa, aku bahkan harus menahan tawa walau peristiwa itu cukup unik bagiku. Aku selalu sungkan untuk tertawa ketika orang jelas menjadi sebuah objek dan dia sendiri tidak tertawa, itu seperti menertawakannya. Ya, aku hanya tertawa ketika itu untuk bersama sehingga aku tahu diri untuk tidak menertawakan orang lain sesuka hati.

Sampai ketika pulang pun aku membayangkannya. Karena nomor urut kami dekat, aku mendengarkan dua nomor pula ketika pengambilan obat agar meringankan dan bisa membantu Beliau. Aku pun meminta izin pada Mamaku untuk menunggu dan melihatnya ketika hendak pulang, aku bersyukur Beliau dijemput, sepertinya Abang Ojek langganan. Lagi-lagi aku mengingat Papa. Kalau Papa disini pasti Papa akan bertanya langsung dan memastikannya jauh lebih dekat.



. . .

Empati itu berbahaya. Aku memikirkannya. Walaupun mungkin hal-hal seperti biasa melintas di kehidupan kita semua.

Entahlah, rasanya kalau itu orangtuaku, aku tidak akan nyaman kalau mereka ditertawakan seperti tadi. Sontak memang janjiku pada hari dimana aku ke toko buku kala itu. Aku akan terus berusaha menemani mereka, karena merasakan sakit saja pun itu sudah merupakan penderitaan. Apalagi kalau harus sendiri dan mengurus banyak hal dengan kemampuan yang tidak utuh lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar