Minggu, 01 Agustus 2021

Kelahiranku kembali

Ada kala dimana kita terus memberi, 

dan seluruh kata yang menghujam hanyalah,

"Apa yang sudah didapatkannya?"


. . .

Pernah keikhlasanku mulai bersuara gentar,

Pada sebuah cita-cita yang membentuk kendali kuasa,

Ia adalah satu-satunya hal yang tersisa dari penghargaan dan penghormatan.

Mungkinlah ketiadaan memang arah mata angin terakhir yang akan ditawarkan setelah segalanya.


Aku ingin sejarah melahirkanku lagi dan lagi.

Menghantui ketakutan dari setiap manusia yang terus mempermainkan kebenaran.

Biarlah aku menjadi rupa bayang sekejam mereka,

Sebab hanya inilah kedukaan yang terus meminta dua sisi bersamaan.

Baik dan buruk, kala keduanya harus sirna, maka sirnalah bersama pengorbanan itu.


. . .


Di waktu tertentu,

Izinkanlah keharusan berjalan dengan apa adanya.

Berbunga harapan tanpa ada sebuah hina atas penghakiman didalamnya.


Di ruang tertentu,

Izinkanlah seorang perempuan berdiri diatas dirinya.

Menghentikan sang leluhur mengutuk darah yang mengalir pada takdirnya.


Adakah setiap yang bertahta harus mati menghadiahkan seluruh hidupnya?

Menggantung mahkota menjadi sebuah bukti ketidakadilan yang akan terus dipertontonkan.

Sungguh kesalahan, mereka harus tau bahwa aku lah putri yang selalu bangga membawa sebuah tinta,

Meninggalkan surat dan sepenggal kata di setiap sudut orang-orang yang ingin menemukannya.


Kebenaranku memiliki rahim di bumi bertahta, 

biar kini aku berhenti, dan aku yang baru terus menerus hadir di setiap dimensi.

Mencari makna, menebas angkuh.

Mendapat bajik, memperoleh nyata.


Kuserahkan itu pada kelahiranku yang lain...

Silahkan hidup dan temukan lagi sejarah berulang.

Pada saatnya menang, maka menanglah dengan keutuhan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar